PPK Irigasi Rp 5,6 Miliar Yakin Tak Bersalah, Polisi Diminta Profesional

banner 120x600

Editor : Ardiansyah

PAREPARE, Cyberpare — Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan Irigasi Air Tanah Dalam pada Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Kelautan (PKPK) Kota Parepare Tahun Anggaran 2016 senilai Rp 5,605 miliar, Muh Islahuddin sangat percaya diri dan meyakini tak ada kesalahan dalam proses pembangunan 20 (dua puluh) titik sumur bor yang tersebar di beberapa kelurahan untuk sumber perairan pertanian di Parepare.

“Apanya yang salah? Tak ada kesalahan dalam proyek ini. Saya juga sudah diperiksa di Unit Tipikor Polres Parepare, dan semuanya baik-baik saja,” ungkap Islah sambil tertawa penuh keyakinan, belum lama ini.

Pernyataan Islah itu pun menuai polemik dan ditanggapi serius sejumlah pihak, termasuk lembaga pegiat anti korupsi yang meminta kepada penyidik Tipikor Polres Parepare agar melakukan penyelidikan secara profesional terkait dugaan mark up pengadaan Irigasi Air Tanah Dalam yang kini tengah dilidik pihak kepolisian ini.

“Dalam pelaksanaan proyek ini, kuat dugaan ada mark up bersar-besaran dan upaya memperkaya diri sendiri. Soal selisih anggaran sebesar Rp 1,605 miliar dari total Rp 5,605 miliar yang digunakan untuk tekhnis penentuan lokasi pengeboran, PPK jangan mencari alibi dengan alasan teknis itu karena survey dan penentuan lokasi urusan dan tupoksi SKPD (sekarang OPD) karena spesifikasi tekhnis rekanan hanya pengeboran. Ini sudah terkuak ada praktek kongkalikong, tinggal bagaimana penyidik kepolisian membuktikan dengan alat bukti dan temuan di lapangan. Kami minta polisi konsisten dan profesional menangani kasus ini,” urai Ketua LSM Incare, Andi Ilham, Sabtu (29/7/2017).

Ilham juga mempertanyakan anggaran pembuatan sumur bor yang rata-rata Rp 200 juta setiap titik oleh PPK. “Biaya pengeboran paling dalam hanya Rp 70 juta sampai Rp 100 juta, harga 1 tendon kapasitas 1 kubik Rp 1,2 juta dikali 2 tendon artinya hanya Rp 2,4 juta, dan panel solar cell yang digunakan itu rakitan dan bukan paten karena tidak memiliki merk dagang. Otomatis nilai satuannya juga perlu dipertanyakan sehingga harga satuan pertitik di RAB diduga kuat ada mark up di dalamnya. Apalagi mereka mengebor secara kolektif jadi otomatis biaya pengeborannya murah,” papar Ilham didampingi pengusaha pengeboran.

Dalam pelaksanaan proyek yang dikerjakan PT Mari Bangun Persada itu, polisi mencium adanya kejanggalan yang diduga terindikasi melakukan mark up.

Sebelumnya, Kanit Tipikor Satreskrim Polres Parepare, Ipda Muh Sukri, mengaku tengah melakulan Pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) terhadap proyek itu. “Tunggu saja, kita sementara Pulbaket terkait pembangunan sumur bor dalam di Dinas PKPK ini,” jelasnya.

Pengadaan sumur bor dalam untuk kepentingan irigasi pertanian ini diduga terindikasi tindak pidana korupsi karena sejumlah item diduga tidak sesuai harga satuan. Rata-rata 1 sumur bor dalam senilai Rp 200 juta, dan nilai itu sebelumnya diakui oleh PPK sumur bor dalam Dinas PKPK, Muh Islahuddin.

Dengan rata-rata Rp 200 juta untuk tiap titik sumur bor dalam jika dikalikan dengan total sumur bor dalam yang dikerjakan sebanyak 20 titik maka nilainya sebesar Rp 4 miliar, sementara anggarannnya Rp 5,605 miliar dan ada selisih Rp 1,605 miliar. (ardi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *