Diskualifikasi TP Dinilai Kemajuan Demokrasi, Praktisi Hukum: Mustahil Petahana Tidak Tau Soal Aturan Pilkada

banner 120x600

PAREPARE, Cyberpare.Com — Putusan diskualifikasi Pasangan Calon Taufan Pawe-Pangerang Rahim (TP) pada Pilwalkot Parepare 2018 masih terus dipersoalkan pihak TP. Mereka tetap bersikukuh putusan Komisi Pemilihan Umum (Kota) Parepare yang membatalkan pencalonan incumbent itu keliru.

Sementara itu Praktisi Hukum, Azhar Zulfurqan, SH menilai, putusan pembatalan atau diskualifikasi oleh KPU Parepare terhadap petahana yang diduga melakukan pelanggaran administrasi melalui program beras sejahtera (rastra), justru dinilai sebuah kemajuan dan terobosan besar ditengah “bobroknya” sistem demokrasi yang sedang berlangsung, umumnya di beberapa daerah.

“Kan mustahil jika petahana tidak tau soal aturan pilkada. Surat Keputusan KPU Parepare Nomor:57/PL.03.3-BA/7372/KPU-Kot/V/2018 tentang pembatalan pencalonan merupakan sebuah kemajuan dan terobosan besar ditengah ‘bobroknya’ sistem demokrasi yg sedang berlangsung umumnya di beberapa daerah, dan seharusnya kota kita (Parepare) dapat diminimalisir hal-hal yang berbau pelanggaran, apalagi salah satu paslon kita merupakan ahli hukum,” ungkap Azhar, Senin (7/5/2018).

Dia menilai, Keputusan KPU Parepare tersebut sudah sangat tepat, apalagi sebagai petahana yang telah menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang patut dinyatakan menguntungkan pasangan calon dirinya dan merugikan kepentingan pasangan calon lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon.

Sehingga tindakan petahana tersebut dinilai melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 89 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2017 tentang pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota Sesuai Ketentuan pada pasal 89 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2017, Pasangan Calon TP-PR Pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Parepare Tahun 2018.

Menurut lawyer muda ini, ketatnya aturan Pilkada adalah salah satu spirit penguatan Panwaslu dan KPU agar petahana tidak leluasa dan sewenang-wenang dalam memanfaatkan kekuasaannya. Termasuk didalamnya, kewenangan Panwaslu yang semakin diperkuat.

Dia menjelaskan, aturan Pilkada sudah banyak berubah, termasuk penguatan kewenangan pengawas. Salah satunya kerawanan dalam pilkada yang sudah dirumuskan Bawaslu RI adalah potensi penyalahgunaan wewenang, anggaran dan fasilitas negara oleh petahana.

Dalam kasus sengketa Pilkada Parepare, program pemerintah pusat yakni beras sejahtera membuat langkah TP terancam terhenti dalam Pilwalkot 2018.

Padahal, kata dia, KPU telah mensosialisasikan berbagai macam larangan dan mengimbau agar paslon memperhatikan secara serius hal-hal yang bisa mengakibatkan sanksi pembatalan paslon sesuai pasal 88 PKPU 9/2016. Dalam hal ini, KPU juga memberi kemudahan akses untuk melihat ketentuan itu secara langsung di laman resmi KPU.

“Jadi tidak ada lagi alasan kalau KPU disebut kurang sosialisasi atau kurang cermat memberi sanksi jika ada paslon yang dibatalkan karena melanggar PKPU,” tegasnya.

Dia mengingatkan, ada 7 (tujuh) hal yang bisa membatalkan kepesertaan pasangan calon di Pilkada, sesuai PKPU No 9 tahun 2016, Pasal 88 ayat 1, yakni:

1. Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye terbukti menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebelum hari pemungutan suara.

2. Pasangan Calon terbukti melakukan tindana pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sebelum hari pemungutan suara.

3. Pasangan Calon terbukti menerima dan/atau memberikan imbalan dalam proses pencalonan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4. Pasangan Calon terbukti melakukan kampanye di media cetak atau elektronik, berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota atau Keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh.

5. Melakukan penggantian pejabat sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon sampai dengan akhir masa jabatan, bagi Calon atau Pasangan Calon yang berstatus sebagai Petahana.

6. Menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan Pemerintah Daerah untuk kegiatan pemilihan sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon sampai dengan penetapan Pasangan Calon Terpilih, bagi Calon atau Pasangan Calon yang berstatus sebagai Petahana.

7. Tidak menyerahkan surat izin cuti kampanye, bagi Calon yang berstatus sebagai Petahana. (ardi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *