Opini; Tanpa Kompetensi dan Kejujuran, Peraturan Pilkada Hanyalah Sampah

banner 120x600

Penulis: M Nasir Dollo (Ketua YLBH Sunan)

Sekalipun aparat sentral penegakan hukum terpadu memiliki kompetens yang memadai, tetapi jiwa patriotnya lapuk (kurang berani bersikap dan bertindak), bahkan kian bertambah parah lagi bila moralnya rendahan sehingga segalanya mudah diatur dengan uang. Pada posisi seperti ini kejujuran, dan keadilan dalam penegakan hukum pilkada akan terkoyak koyak dan tujuan diadakannya peraturan pilkada yang bersih dari money politic dan segala bentuk kecurangan akan jadi “sampah belaka” (tak berguna).

Ini berdasar pada realitas pilkada serentak tahun 2018 yang jumlahnya ratusan, tetapi jumlah pelanggaran hukum yang ditangani secara serius sentral penegakan hukum terpadu didaerah -daerah masih dapat dihitung jari. Kenyataan ini menimbulkan tanda tanya, apakah pencari “KEKUASAAN” itu sudah berubah drastis seketika menjadi orang orang yang taat hukum , sehingga money politic dan segala bentuk kecurangan itu telah hilang seketika pada pilkada serentak tahun 2018 ini.

Ataukah money politic dan segala bentuk kecurangan itu tetap langgeng dan marak terjadi dimana mana, tetapi aparat sentral penegakan hukum pilkada yang justru bukan seribu bahasa. Bila ini yang terjadi maka sangat naif diharapkan kepala daerah yang terpilih nantinya akan bersih dari perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sebenarnya tidaklah rumit membangun konstruksi hukum untuk menjerat pelaku money politic dan segala bentuk kecurangan yang dilakukan paslon, partai/gabungan partai politik, tim sukses, relawan atau pihak lain terlibat dalm pelanggaran hukum UU NO. 10 TAHUN 2016 khususnya pasal 187 dan PKPU NO. 4. TAHUN 2017 pasal 71.

Mengingat konstruksi hukum ini tidaklah rumit, terlebih lagi tidak pidananya hanya bersifat formil artinya setelah selesai perbuatan itu, maka terwujud tindak pidana itu tanpa tergantung pada hukum pembuktian menurut teori tindak pidana materil.

Sungguh sungguh saya tercengang membaca salah satu media lokal didaerah yang memuat pernyataan PANWAS bahwa “PEMBERIAN ITU TIDAK DITINDAK LANJUTI ATAU TIDAK DITERUSKAN UNTUK PROSES HUKUM KARENA TIDAK ADA KATA KATA AJAKAN” Bila hanya seperti ini menafsirkan hukum, sungguh kasihan masa depan bangsa dan negara ini, peluang terpilihnya pemimpin kotor dan curang terbuka lebar.

UU NO 10. TAHUN 2016 pasal 187 dan PKP NO. 4 TAHUN 2017 pasal 71, sama sekali tidak membutuhkan pembuktian adanya “KATA KATA AJAKAN” dari pihak pemberi janji, atau uang atau materi dalam bentuk lain. Begitu pula sebaliknya, tidak perlu dibuktikan, apakah pihak penerima janji, uang atau penerima materi dalam bentuk lain terpengaruh ataukah tidak terpengaruh.

Ingat tindak pidana pilkada sifat formil, jadi tidak membutuhkan pembuktian akibat tujuan perbuatan itu terwujud, tolong bedakan dengan tindak pidana materil seperti pembunuhan , maka syarat diterapkannya pasal 338 dan 340 KUHP harus dibuktikan penyebab kematian korbannya.

Ingatlah, rakyat bangsa dan negara ini sangat mengharapkan sikap dan tindakan konsisten dari aparat penegakan hukum terpadu dalam melaksanakan peraturan pilkada secara jujur dan adil tanpa TEBANG PILIH. demi masa depan rakyat, bangsa dan negara ini. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *